Selama ini Umat
Islam menganggap negara Iran adalah negara Islam. Padahal jauh
sekali antara Islam dan mereka. Ini tak lain karena mereka beragama
Syi’ah, sebuah agama yang berbeda dengan Islam.
Agama negara Iran
saat ini adalah Syi’ah Itsna Asy’ariyah, hal ini tercantum
dalam konstitusi yang mereka pakai sejak Revolusi Khomeini hingga
saat ini, “Agama resmi Negara adalah madzhab Itsna Asy’ariyah.
Dan pasal ini tidak boleh diubah.”
Syiah Itsna
Asy’ariyah
Syi’ah Iran
disebut Itsna Asy’ariyah karena mereka mengaku mempunyai imam
sebanyak 12 orang dari kalangan ahlul bait.atau Syi’ah Imamiyah.
Imam mereka yang terakhir, Muhammad Mahdi bin Muhammad Al-Askari,
menurut mereka, menghilang untuk sementara waktu pada usia 5 tahun ke
dalam sebuah goa di Sammara (sebuah kota di Irak dekat sungai Tigris,
arah utara dari Baghdad), dan akan kembali pada akhir dunia sebagai
Imam Mahdi. Karena itu mereka juga disebut Syi’ah 12 Imam
Syi’ah saat ini
juga disebut sebagai Rafidhah. Ada beberapa pendapat sebab penamaan
ini.
Ada yang mengatakan
mereka dinamakan Rafidhah, karena mereka menolak Zaid bin Ali bin
Husein bin Ali bin Abi Thalib yang mengatakan bahwa Abu Bakar dan
Umar adalah sahabat kakeknya (maksudnya adalah sahabat Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam-red), dan bahwa Zaid setia kepada
keduanya. Ada yang mengatakan mereka dinamakan dengan Rafidhah,
karena mereka menolak keimaman (kepemimpinan) Abu Bakar dan Umar.
Dikatakan juga, mereka disebut dengan Rafidhah karena mereka menolak
agama.
Sejarah Munculnya
Paham Syi’ah
berawal dari Abdullah ibn Saba’. Ia adalah seorang Yahudi dari
Yaman yang masuk Islam pada masa Khalifah Utsman bin Affan. Semasa
Yahudi, ia mendapatkan cerita bahwa Yusya’ bin Nun mendapatkan
wasiat kepemimpinan dari Nabi Musa. Karena itu, ia pun mengatakan,
dalam Islam, Ali bin Abi Thalib juga mendapatkan wasiat kepemimpinan
dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk menggantikan
beliau shallallahu alaihi wa sallam. Kemudian ia pun mengecam
khalifah sebelum Ali; Abu Bakar, Umar, dan Utsman, serta beberapa
sahabat yang memihak mereka.
Perbuatannya itu ia
katakan berdasar perintah Ali. Terhadap kedustaan ini, Abdullah bin
Saba’ dihadapkan kepada Ali. Ali menjatuhkan hukuman mati atas Ibn
Saba’. Namun karena ada yang menasehati Ali agar orang itu tidak
dibunuh, maka Ibn Saba’ pun dibuang ke Madain, ibukota Iran waktu
itu.
Saat Ibn Saba’
tiba di Madain, terdengarlah berita kematian Ali. Ibn Saba’ menolak
wafatnya Ali, “Aku sendiri menyatakan ia tidak tewas. Ali tidak
akan wafat. Tidak akan terbunuh sebelum ia dapat menguasai seluruh
permukaan bumi ini.”
Mulailah Ibn Saba’
merajalela. Ia mengatakan Ali tidak terbunuh karena pada diri Ali
terdapat unsur ketuhanan. Menurutnya, Ali sering menjelma dalam
bentuk awan. Guruh adalah suaranya, petir adalah cemetinya. Ibn Saba’
pun mempunyai pengikut yang terus mengembangkan pahamnya hingga
terkenal menjadi Syi’ah.
Imamah
Imamah atau
kepemimpinan Islam merupakan doktrin utama Syi’ah. Ini adalah
prinsip utama mereka sejak masa Ibn Saba’.shallallahu alaihi wa
sallamshallallahu alaihi wa sallam. Untuk mendukung keyakinan mereka,
mereka mengarang cerita palsu bahwa sepulang dari Haji Wada’,
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mewasiatkan kepemimpinan
Islam kepada Ali di tempat yang bernama Ghadir Kum. Mereka kemudian
meyakini setiap imam mereka pun mewasiatkan kepemimpinan pada imam
berikutnya. Syi’ah Imamiyah berkeyakinan bahwa Allah telah
memerintahkan kepada Nabi Muhammad untuk menunjuk Ali dan
mengangkatnya sebagai pemimpin umat manusia setelah beliau
Seorang ulama
Syi’ah, Muhammmad Al-Husein Ali Kasyiful Ghitha’ dalam bukunya,
Ashlusy-Syi’ah wa Ushuuluha berkata, “Arti Imamah, telah saya
jelaskan, bahwa hal ini (imamah) merupakan dasar utama yang hanya
dimiliki oleh Syi’ah Imamiyah dan menjadikan Imamiyah berbeda dari
aliran-aliran dalam Islam lainnya.”
Berkaitan dengan
masalah imamah ini pula orang Syi’ah menuduh Al-Quran yang ada
sekarang ini telah diubah. Mereka menganggap ayat-ayat yang
berhubungan dengan kepemimpinan Ali telah dihapus. Mereka sendiri
mengaku punya Mushaf Fathimah yang tebalnya 3 kali Al-Quran.
Aqidah Syi’ah
tentang Imam Mereka
Khomeini dalam
bukunya, Al-Hukumah Al-Islamiyah, berkata, “Setiap imam memiliki
martabat yang tinggi dan terpuji.Sudah menjadi keyakinan kita bahwa
para imam itu menempati martabat yang tidak dijangkau oleh para
malaikat yang didekatkan ataupun para nabi yang diutus.”
Kekuasaannya meliputi molekul dan atom di alam ini… Jangan kita
bayangkan para imam itu bisa lupa atau lalai…
Ibrahim Al-Amili,
ulama Syi’ah zaman ini, bersyair tentang Ali, “Abu Hasan,
engkaulah hakikat Tuhan (yang diibadati)/dan alamat kekuasaan-Nya
yang tinggi/Engkaulah yang menguasai ilmu ghaib,/maka mungkinkah
tersembunyi bagimu akan sesuatu yang hasul./Engkaulah yang
mengendalikan poros alam,/
Bagimu para ulamanya
yang tinggi./Bagimu amar (urusan) bila engkau menghendaki, kau
menghidupkan besok,/bila engkau menghendaki kau cabut ubun-ubun.”
Dengan keyakinan
bahwa imam mereka lebih tinggi dari malaikat dan para nabi serta
mempunyai unsur ketuhanan, jelaslah aqidah mereka adalah aqidah yang
syirik dan kufur.
Pelacuran Atas
Nama Nikah
Syi’ah juga
mempunyai nikah mut’ah alias kawin kontrak. Nikah mut’ah
dilakukan antara sepasang laki-laki dan perempuan untuk beberapa
waktu tertentu dengan imbalan tertentu dari pihak laki-laki kepada si
perempuan tanpa wali, tanpa talak, tanpa waris-mewarisi dan tidak
terbatas pada jumlah perempuannya.
Syi’ah mengatakan
bahwa mut’ah boleh dilakukan terhadap wanita Nasrani, Yahudi, dan
Majusi. Ulama Syi’ah, Ath-Thusi, dalam Tahdzibul Ahkam, berkata,
“Boleh dengan wanita pelacur, karena itu dapat mencegah dari
berbuat dosa.” Khomeini dalam Tahrirul Washilah berkata, mut’ah
boleh dilakukan dengan wanita pezina.
Tak kalah
menjijikkan, Syi’ah membolehkan menyetubuhi wanita lewat duburnya.
Tercantum dalam kitab Syi’ah, Al-Istibshoor, dari Ali bin Al-Hakam
ia berkata, “Saya telah mendengar Shofwan berkata, ‘Saya telah
berkata kepada Al-Ridha, ‘Sesungguhnya seorang laki-laki dari
budak-budakmu memerintahkan saya untuk menanyakan kepadamu akan suatu
masalah, maka dia takut dan malu kepadamu untuk menanyakannya.’ Ia
berkata, ‘Apa itu?’ Ia berkata, ‘Apakah boleh bagi laki-laki
untuk menyetubuhi wanita (istrinya) di lubang anusnya?’ Ia
menjawab, ‘Ya, hal itu boleh baginya.’”
Pandangan Syi’ah
terhadap Selainnya
Syi’ah memandang
orang selain Syi’ah adalah kafir. Kamil Sulaiman dalam Kitabu
Al-Khalash fi Zhilli Al-Qaim Al-Mahdi berkata, “Siapa yang meyakini
para imam dua belas adalah orang beriman, dan siapa yang mengingkari
mereka adalah orang kafir.”
Yusuf Al-Bahrani,
ulama Syiah abad XVII, berkata, “Tidak ada beda sama sekali antara
orang yang kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan kafir terhadap para
imam.”
Seorang ulama
Pakistan, Syaikh Abdul Qadir Azad pernah mendatangi undangan Iran
dalam perayaan 3 tahun revolusi Iran. Ia bercerita, “Pada saat itu
kami menyaksikan poster-poster besar terpampang di dinding-dinding
Hotel Hilton Teheran, dengan tulisan ‘Kita akan membebaskan Ka’bah,
Baitul Maqdis, dan Palestina dari belenggu kaum kuffar.’” Sudah
jelas siapa yang saat ini menguasai wilayah di mana Ka’bah berdiri.
Taqiyah
Lalu mengapa mereka
seakan-akan sama dengan umat Islam? Ini tak lain karena mereka
mempunyai paham taqiyah.
Taqiyah
didefinisikan oleh salah seorang ulama mereka, Muhammad Jawaad
Mughniyah, sebagai, “Taqiyah yaitu kamu mengatakan atau melakukan
(sesuatu), berlainan dengan apa yang kamu yakini; untuk menolak
bahaya dari dirimu atau hartamu atau untuk menjaga kehormatanmu.”
Al-Kulaini
menukilkan di Ushul al-Kafi, kitab Syi’ah, “Berkata Abu Abdillah,
‘Wahai Abu Umar, sesungguhnya sembilan per sepuluh (sembilan
puluh persen) agama ini terletak pada taqiyah, dan tidak ada agama
bagi orang yang tidak melakukan taqiyah.’”
Maka orang Syi’ah
memandang taqiyah adalah wajib, tidak akan berdiri mazhab mereka
kecuali dengan taqiyah. Mereka selalu melaksanakan taqiyah,
terlebih-lebih, bila kondisi yang sulit telah mengepung mereka. Jadi
tak heran jika saat ini mereka tampak bersama umat Islam dan tak
mengusik umat Islam. Jika kesempatan telah terbuka bagi mereka, tentu
yang terjadi adalah lain.
Di Indonesia,
terdapat pula orang atau lembaga yang cenderung kepada agama Syi’ah.
Penerbit Mizan misalnya, beserta anak perusahaannya, adalah penerbit
yang intens menerbitkan buku-buku Syi’ah. Ada juga Pesantren YAPI
yang juru dakwahnya tersebar di hampir setiap kota. Saat ini ada pula
IJABI atau Ikatan Jama’ah Ahlul Bait yang juga tersebar
perwakilannya di kota-kota besar.
Dengan mengetahui
akidah, pemikiran, dan syariah Syi’ah wajar jika kita emoh dengan
paham seperti itu. Di Jakarta pernah diadakan seminar nasional
tentang Syi’ah yang menghasilkan usulan kepada pihak pemerintah
untuk mewaspadai dan memberi gelar paham ini sebagai paham terlarang.
Semoga saja sepak terjang Ahmadinejad tidak membuat kita lupa tentang
akidah bobrok Syi’ah yang berbeda dengan Islam.(Abu
Ukasyah)
Sumber:
Di Antara Aqidah
Syi’ah,
Abdullah bin Muhammad As-Salafi.
Hakikat Syi’ah,
Dr. Abdullah Muh. Gharib, Prof. Dr. Ihsan Ilahi Dzhahir, Syaikh
Abul Hasan An-Nadwi, Syaikh Muhammad Abdul Qadir Azad
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !