Aliran Syi’ah “Imamiyah
Al-Itsa-’Asyariyyah” membawa beberapa penyimpangan. Penyimpangan-penyimpangan
tersebut jelas disebutkan dalam referensi-referensi yang mereka miliki. Dalam
artikel ini akan disebutkan beberapa penyimpangan aliran Syi’ah “Imamiyah
Al-Itsna-’Asyariyyah” (inhirafu manhaj “Imamiyyah Itsna Asyariyyah”)
berdasarkan referensi mereka sendiri.
A. Fatwa-fatwa Khomeini Tentang Aqidah dalam kitabnya Kasyful-Asrar[1]:
A. Fatwa-fatwa Khomeini Tentang Aqidah dalam kitabnya Kasyful-Asrar[1]:
1. Meminta Sesuatu Kepada Orang yang Telah Mati Tidak Termasuk
Syirik.
“Ada yang berkata, bahwa meminta sesuatu pada orang yang telah
mati baik itu Rasul maupun Imam adalah syirik, karena mereka tidak bisa memberi
manfaat dan madharrat pada orang yang masih hidup. Maka saya (Khomeini)
katakan: Tidak, hal tersebut tidak termasuk syirk, bahkan meminta sesuatu pada
batu atau pohon juga tidak termasuk syirik, walaupun perbuatan tersebut adalah
perbuatan orang yang bodoh. Maka jika yang demikian itu bukanlah syirik apalagi
meminta pada Rasul dan Imam-imam yang telah wafat, karena telah jelas dalam
dalil maupun akal bahwa ruh yang telah mati malah memiliki kekuatan yang lebih
besar dan lebih kuat dan ilmu filsafat pun telah membenarkan dan membahas hal
tersebut secara panjang lebar.” (hal. 49)
2. Penyimpangan Abubakar dan Umar terhadap al-Qur’an.
“Disini saya katakan dengan tegas bahwa Abubakar dan Umar
menyelisihi al-Qur’an dan mempermainkan Tuhan dan menghalalkan yang haram dan
mengharamkan yang halal menurut hawa nafsu mereka dan bagaimana mereka berdua
juga telah berbuat kezhaliman dengan melawan Fathimah putri nabi SAW dan oleh
karenanya mereka berdua menjadi bodoh terhadap hukum ALLAH dan hukum agama.”
(hal. 126)
“Kita juga melihat ketika ia (Umar ra) yang buta mata hatinya itu
mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan kekafiran dan ke-zindiq-annya, yaitu
penolakannya pada al-Qur’an surat an-Najm, ayat-3.” (hal. 137)
3. Dalil-Dalil Tentang Disyariatkannya Taqiyyah (Boleh Berdusta
kepada selain orang Syi’ah):
“Dan kami tidak mengerti bagaimana mereka (ahlus-sunnah) menjauhi
hikmah dan menyimpang karena hawa nafsu mereka, bagaimana tidak? Sedangkan
TAQIYYAH adalah hukum akal yang paling jelas. Dan TAQIYYAH maknanya: Seorang
manusia berkata dengan perkataan yang berbeda dengan kenyataannya atau
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan timbangan syariat karena menjaga
darahnya, kehormatannya atau hartanya.” (hal. 148) “Maka termasuk bab taqiyyah
jika kadangkala diperintahkan menyelisihi hukum-hukum ALLAH, sampai dibolehkan
seorang pengikut Syi’ah berbeda dengan apa yang dihatinya untuk menyesatkan
selain mereka (Syi’ah) dan agar mereka itu (selain Syi’ah) terjatuh dalam
kebinasaan.” (hal. 148)
4. Mengapa Imamah (Aqidah tentang Imam yang Dua Belas -pen) Tidak
Disebutkan dalam Al-Qur’an?
“Setelah aku jelaskan bahwa Keyakinan akan 12 Imam adalah
ushuluddin (dasar aqidah Islam), dan bahwa al-Qur’an telah mengisyaratkan
tentang hal tersebut secara tersirat. Dan aku jelaskan bahwa nabi SAW sengaja
menyembunyikan ayat-ayat tentang Imamah dalam al-Qur’an karena takut al-Qur’an
tersebut diselewengkan setelahnya, atau karena beliau SAW takut terjadinya
perselisihan di antara kaum muslimin sehingga akan berdampak yang demikian itu
terhadap aqidah Islam.” (hal. 149)
5. Khulafa Rasyidun adalah Ahlul Bathil
“Dan telah kukatakan beberapa potongan dari kitab
Nahjul-Balaghah[2] yang menetapkan bahwa Ali ra berpandangan bahwa para Khulafa
selainnya adalah bathil.” (hal. 186)
6. Penetapan Ratapan atas Husein dan Menjambak Rambut serta
Merobek-robek Baju baginya setiap tahun (saat memperingati peristiwa Karbala
-pen) sebagai Bagian dari ajaran Agama.
“Tidak ada dalam majlis tersebut kekurangan, karena semua itu
adalah pelaksanaan perintah agama dan akhlaqiyyahnya dan tersebarnya fadhilah
dan akhlaq yang paling tinggi serta aturan dari sisi ALLAH serta hukum yang
lurus yang merupakan pencerminan dari madzhab Syi’ah yang suci yang ittiba’
pada Ali alaihis salam.” (hal. 192)
7. Wilayatul Faqih (Penetapan Kepemimpinan para Ulama Besar Syi’ah
sampai saat Bangkitnya Kembali Imam ke-12 Syi’ah -pen)
“Syaikh ash-Shaduq dalam kitab Ikmalud-Din, dan syaikh ath-Thusiy
dalam kitab al-Ghaybah, dan at-Thabrasiy dalam kitab al-Ihtijaj menukil dari
Imam yang Ghaib (Imam ke-12 Syi’ah yang sekarang sedang menghilang -pen), sbb:
Adapun hadits-hadits yang jelas maka hendaklah merujuk pada para periwayat
hadits-hadits kami (syi’ah -pen), karena mereka semua adalah hujjahku atas
kalian dan aku adalah hujjah ALLAH! Lalu kata Khomeini selanjutnya: Maka wajib
atas manusia pada masa ghaibnya Imam (ke-12 tersebut -pen) untuk merujuk semua
urusan mereka pada para periwayat hadits (syi’ah) dan taat pada mereka karena
Imam telah menjadikan mereka itu hujjahnya.” (hal. 206) “Maka jelaslah dari
hadits tersebut bahwa para Mujtahid adalah hakim dan barangsiapa yang menolak
maka sama dengan menolak Imam dan barangsiapa menolak Imam maka berarti menolak
ALLAH dan menolak ALLAH berarti syirik kepada-NYA.” (hal. 207)
B. Ushul Fiqh Menurut
Syi’ah[3]:
1. Bahwa Dalil Sunnah (menurut Syi’ah -pen) adalah Hadits Nabi SAW
dan Hadits dari Imam Syi’ah Yang 12 Orang
Dalil Sunnah (menurut Syi’ah -pen) definisinya = Perkataan
(qawlan) dari AL-MA’SHUM, perbuatan (fi’li) dan persetujuannya (taqrir).
Definisi AL-MA’SHUM (menurut Syi’ah -pen): Semua yang ditetapkan kema’shumannya
dengan dalil, yaitu nabi SAW dan 12 orang Imam ahlul-bait. (hal. 22)
Adapun kehujjahan as-sunnah yang bersumber dari ahlul-bait baik
perkataan mereka, perbuatan mereka maupun persetujuan mereka maka dikembalikan
keimaman mereka, kema’shuman mereka dan kebenaran mereka SAMA DENGAN KEDUDUKAN
nabi SAW. (hal. 23)
2. Dirasah Sanad Hadits Menurut Syi’ah:
a. Pembagian Hadits dikelompokkan dari sisi banyak sanadnya dan
hubungannya dengan para ma’shum/al-ma’shumiin (yaitu nabi SAW dan 12 Imam Syi’ah
-pen) (hal. 26):
i. Hadits yang Terpaut Hati dengan Para Ma’shum (yang dibagi lagi
menjadi mutawatir dan muqtarin)
ii. Hadits yang Tidak Terpaut Hati dengan Para Ma’shum (yaitu
hadits ahad)
b. Pembagian Hadits dari sisi penerimaannya (mu’tabar) (hal.
29-30):
i. Hadits Shahih (menurut Syi’ah -pen): Yaitu hadits yang seluruh
periwayatnya adil dan sesuai dengan aqidah Syi’ah 12 Imam.
ii. Hadits Mawtsiq: Yaitu yang seluruh periwayatnya tsiqah dari
muslimin secara umum (ahlus-sunnah -pen), atau sebagiannya dari tsiqat muslimin
dan sebagian lagi dari perawi yang adil dari Syi’ah 12 Imam.
iii. Hadits Hasan: Yaitu yang kumpulan perawinya orang yang kurang
kuat dari ulama hadits, atau dari percampuran antara yang adil yang tsiqat dan
yang kurang kuat, atau dari percampuran antara yang adil dengan yang kurang
kuat, atau yang tsiqat dengan yang kurang kuat.
3. Ijma’ Menurut Syi’ah (hal 76):
a. Yaitu kesepakatan jama’ah ulama yang salah seorangnya adalah
Imam yang ma’shum (salah seorang dari 12 Imam Syi’ah -pen).
b. Maksudnya adalah tegaknya ijma’ yaitu jika para ulama tersebut
mampu menyingkap makna salah satu pernyataan Imam yang ma’shum dalam suatu
masalah.
c. Pembagian Ijma’ (hal. 77):
i. Ijma’ Muhshal: Yaitu semua ijma’ yang dihasilkan oleh wilayatul
faqih dari dirinya dan sesuai dengan perkataan para mufti.
ii. Ijma’ Manqul: Yaitu semua ijma’ yang tidak dihasilkan oleh
wilayatul faqih dari dirinya tetapi hanyalah dinukil darinya oleh para fuqaha
yang lain. Penulis : Aba Abdillah (KotaSantri.com)
___
Catatan Kaki:
[1] Kasyful Asrar, oleh: AyatuLLAH RuhuLLAH Khomeini. Alih-bahasa
(dr bhs Parsi): DR Muhammad al-Bandari, Ta’liq hadits: Salim bin ‘Ied
al-Hilali, Kata Pengantar: DR Ahmad al-Khatib, Kritik: Nashiruddin al-Albani.
Th 1408 H/1987 M. Penerbit: Daar al-’Imaar Lin-Nasyr wat-Tauzi’, Amman-Urdun.
[2] Kitab tersebut adalah kitab palsu yang mengatasnamakan Ali ra
(lih. Al-Mizan, oleh Imam Adz-Dzahabi III/124, juga Al-Lisan oleh Imam Ibnu
Hajar, IV/223)
[3] Mabadi’ Ushulul Fiqh (Muwajjiz Wafin Li Ahammi Mawdhu’at
Ushulul Fiqh: Ta’rifat, Mushthalahat, Adillatisy Syari’ al-Islamiy). Oleh: DR
Abdul Hadi al-Fadhli. Penerbit: Mathabi’ Dar wa Maktabah al-Hilal. Th 1986.
Bairut-Lubnan.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !